BANGRIER & PROPESI PGRI KABUPATEN KARAWANG

Sabtu, 18 Juni 2011

Perilaku Tawuran di Kalangan Remaja

 Oleh: Dra. Hj. Yani Maryani
Aksi tawuran, kekerasan dan bentrokan  pelajar atau mahasiswa kerap ditayangkan di layar televisi.  Fenomena  apa sebenarnya yang terjadi di kalangan generasi kita?
PENGEMBANGAN& PRO-.Seringkali unjuk kekuatan dilakukan oleh elemen masyarakat pasca reformasi ditandai mobilisasi massa dalam keperluan mendukung atau menolak calon tertentu, demontrasi atau perbuatan anarkis. Seolah menjadi pelengkap, tawuran di kalangan pelajar menjadi fenomena harus disikapi kritis.
Bila ditelaah secara seksama, tawuran pelajar merupakan salah satu bentuk perilaku penyimpangan sosial-kolektif remaja.  Tawuran berbuah dendam berlarut-larut ditandai saling curiga mencurigai dan ancam-mengancam.  Ironisnya, rekan mereka tak tahu duduk persoalannya sering menanggung “buah kerja” rekannya.   Akibatnya, teror dan ketakutan menghantui seluruh warga sekolah.
Tawuran pelajar telah menjadi sebuah fenomena sosio-kultural dalam kehidupan.  Solusi pemecahannya bukan hanya melibatkan guru konselor dan orang tua, tapi harus diselesaikan secara holistik dan langsung menyentuh kepada akar persoalan yang paling mendasar. Kita ketahui bahwa masa remaja adalah mencari identifikasi diri.  Masa penuh keegoan dan pencarian karakter. Suatu masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.  Mereka merasa bukan kanak – kanak lagi, tetapi mereka belum mampu mengemban tugas sebagai orang dewasa. Karena itu, situasi ini membawa remaja cenderung labil serta tidak mampu menyesuaikan diri secara sempurna terhadap lingkungannya.
Di lain pihak, ego itu pula direfleksikan melalui aktivitas berkelompok, seperti: geng, atau sekolah sehingga tercipta  semacam ikatan batin antara sesama kelompoknya untuk menjaga harga diri kelompoknya.  Pada fase ini, remaja termasuk kelompok yang rentan melakukan berbagai perilaku negatif secara kolektif. Kepatuhan akan  norma kelompok sangat kuat dan  seringkali mendobrak tatanan sistem nilai yang terbangun baik di masyarakat.
Faktor penyebab tawuran
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pediatrics Investigators Dimitri A. Christakis, MD, MPH dan Frederick Zimmerman, PhD, pada rumah sakit Seattle Children’s Hospital Research Institute dan University of Washington School of Medicine menyimpulkan bahwa perilaku agresi yang dilakukan anak usia remaja sangat berhubungan dengan kebiasaannya dalam menonton tayangan televisi.   
Faktor lain bertanggung jawab  adalah tidak optimalnya para pendidik memberikan pola pendidikan kepada para anak didiknya. Ini berkaitan erat dengan profil guru yang masih bergelut dengan pemenuhan kebutuhan keluarganya sehingga curahan perhatian terhadap siswa lebih dipengaruhi subyektifitas kondisi psikologis dan emosi di rumah seperti: rasa penat, tekanan, atau pemarah.  Akibatnya mudah tersinggung, mudah memvonis atau memberi sanksi.  Hal itu dapat menanamkan kesan negatif di mana sekolah tidak ubahnya menjadi belenggu yang menindas ekspresi mereka.
Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada  pelajar.  Seringkali kebijakan yang dibuat hanya berdasarkan kebutuhan penguasa tanpa melihat dan melakukan survei apa kebutuhan pelajar. Pelajar hanya sebagai objek pendidikan sehingga eksistensi mereka tidak diakui,  dan pendidikan tidak membebaskan peserta didik dari belenggu tetapi pendidikkan malahan menjadi tirani bagi mereka.
Pendidikan nilai di sekolah
Fenomena maraknya tawuran pelajar tentunya sangat memprihatinkan kita.  Apabila permasalahan ini tidak tertanggulangi dengan baik maka dapat dipastikan akan membawa dampak buruk bagi masa depan bangsa nantinya.  Upaya antisipatif terhadap tawuran pelajar mutlak dilakukan.
Menurut Malik (2002), salah satu faktor yang melatarbelakangi terjadinya tawuran pelajar adalah krisis moral yang tengah melanda remaja. Padahal moral adalah modal yang paling penting sebagai tameng bagi seseorang untuk menjalani kehidupannya. Sehingga, pencegahan tawuran dapat dilakukan secara efektif dengan memberikan pendidikan moral kepada pelajar melalui reposisi pendidikan nilai di sekolah. 
Berkaitan dengan moral inilah pembelajaran budi pekerti harus kembali dihidupkan. Sekolah yang diharapkan mampu memanusiakan manusia secara hakiki, bukan menghasilkan “manusa robot” yang mengabdi pada pasar kapitalis dengan mengorbankan keutuhan. Zaim ElMubarok (PR, 2/5) memaparkan ketidakseimbangan itu dipicu akibat kesenjangan antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif).  Lembaga pendidikan  sekadar mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil material atau komponen lulusan  yang dituntut pasar.
Ketimpangan itu berdasarkan fakta,  di mana perhatian dunia pendidikan lebih terpusat pada hasil angka, yakni nilai ulangan, raport, ujian akhir, dsb. Sementara   mata pelajaran yang diharapkan memberikan pendidikan nilai (afektif) seperti pendidikan agama atau pendidikan pancasila lebih banyak diberikan  secara  teori (kognitif).  Orientasi prestasi akademik seringkali mengabaikan penanaman karakter siswa, di mana hasil yang dicapai lebih didasarkan pada pencapaian angka diperoleh. Kejujuran, ketekunan, tanggung jawab, kepercayaan, adalah karakter yang hampir diabaikan dalam kenaikan atau kelulusan seorang siswa.   
Mata ajar yang menyangkut sikap hidup dan kepribadian sudah seharusnya  tidak boleh lagi menjadi beban yang memberatkan kognisi siswa, melainkan harus menjadi gaya hidup (life-style) dan etos kerja.   Pendidikan nilai seyogianya tidak harus dipikul oleh sebuah mata ajar  tertentu. Namun tiap guru melalui mata pelajaran yang diampu, secara eksplisit  menjelaskan nilai-nilai yang ada dalam mata ajarnya.  Seorang guru harus mengajarkan tiga ranah secara integral, yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotor.  Atau dalam bahasa agama sering disebut integrasi ilmu, iman, dan amal. 
Dengan demikian, setiap guru berkewajiban melaksanakan pendidikan nilai tanpa terkecuali. Pendidikan nilai bisa dilaksanakan melalui pelajaran apa saja, bahasa Indonesia, pendidikan jasmani, fisika, komputer, dsb. Contoh sederhana, bila guru olahraga menggenjot sebatas prestasi olahraga anak dan mengabaikan pendidikan afektif, maka mungkin menghasilkan atlet sukses, namun juga mencetak pribadi angkuh dalam setiap kemenangan, melecehkan lawannya yang kalah serta mengabaikan azas sportivitas, seperti: melegalkan doping atau kecurangan, dan mencederai lawan.  Bila guru ekonomi hanya menitikberatkan  aspek kognitif saja, niscaya bakal lahir kaum borjuis yang siap menghisap rakyat kecil dan pola pikirnya dicekoki keuntungan dan keuntungan tanpa memiliki kepekaan sosial dan kepedulian sesamanya.
 Satu hal penting bagi guru,  perlunya tampil sebagai teladan untuk digugu dan ditiru siswa. Guru bertugas bukan hanya mengajar, tetapi lebih utama sebagai pendidik yang dipundaknya digantungkan harapan untuk mencetak generasi bangsa yang cerdas, bertakwa kepada Tuhan YME dan  berakhlak mulia.  Dengan demikian, pendidikan  nilai bukan hanya dapat mengembalikan filosofi dasar pendidikan Indonesia, namun juga karena Indonesia sebagai negara Pancasila dapat kembali menumbuhkan  nilai-nilai luhur yang menjadi ciri kepribadian bangsa kita seperti: ramah-tamah, kesopanan, gotong royong,  tepa selira,  dan lain-lain. Nilai-nilai ini akan membentengi perilaku negatif siswa sehingga pendidikan bukan hanya menyediakan manusia berintelektual tinggi, namun juga manusia yang merasa, peka, jujur, santun, dan terpercaya. /Penulis, Guru di MTs Negeri Subang.SUMBER

Dibuka Kembali Rekruitmen Khusus untuk Kuota Sertifikasi

Bpk/Ibu Pengurus PGRI Provinsi Yth,
Alhamdulillah, usul PGRI direspon baik, dalam rangkaoptimalisasi kuota Sertifikasi Gruu tahun 2011, provinsi yang belum terpenuhi kuotanya akan dibuka kembali rekruitmen khusus untuk guru Sekolah Dasar (SD) yang berusia 50 tahun ke atas, baik melalui data yang tersedia dalam NUPTK online maupun yang melalui offline sampai minggu ketiga Juli 2011.
Mohon bantuan untuk mengawasi proses ini dan menyebarkannya pada guru-guru di wilayah masing-masing.

Salam,
Sulistiyo
Ketua Umum Pengurus Besar PGRI

DKI Jakarta Juara Umum STQ Nasional 2011

Banjarmasin-PENGEMBANGAN & PRO-.Kafilah DKI Jakarta akhirnya berhasil meraih juara umum Seleksi Tilawatil Quran (STQ) Nasional 2011 yang berlangsung di Banjarmasin 4-11 Juni 2011. DKI meraih nilai 32 mengungguli saingan utama tuan rumah Kalimantan Selatan yang hanya meraih 22. Pada urutan ketiga ditempati Banten dengan nilai 21, selanjutnya Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Papua Barat, dan Jawa Barat.

Ketua Dewan Hakim Prof Dr HM Roem Rowi, MA mengumumkan hasil seleksi musabaqah tersebut secara keseluruhan pada acara penutupan STQ Nasional ke-21 di panggung utama Kompleks Masjid Sabilal Muhtadin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (10/6) malam. STQN yang dibuka oleh Menteri Agama H Suryadharma Ali itu, semalam ditutup secara resmi oleh Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin.

Pada penutupan ditampilkan kesenian khas Kalsel, diantaranya sinoman hadrah dan nyanian bernuansa Islami yang dilantunkan oleh Sulis. Ada tiga cabang yang dilombakan dalam STQN tersebut, yakni Cabang tilawah, tahfizh, dan tafsir. Cabang tilawah melombakan golongan dewasa (putra dan putri) dan golongan anak-anak (putra dan putri); cabang tahfizh melombakan golongan 1 juz dan tilawah (putra dan putri), golongan 5 juz dan tilawah (putra dan putri), golongan 10 juz (putra dan putri), golongan 20 juz (putra dan putri), dan golongan 30 juz (putra dan putri); cabang tafsir golongan bahasa Arab (putra dan putrid).

Menurut Roem Rowi, kafilah DKI Jakarta menyabet empat medali emas dan empat perak, sedangkan tuan rumah Kalsel berada di urutan kedua dengan menggondol tiga medali emas, dua perak, dan satu perunggu, disusul Banten dengan empat emas dan satu perunggu.

Qari terbaik golongan dewasa putra, juara I, II dan III adalah: HM Yusuf S.Sos.I (Kalsel), H Sabaruddin (NTB), dan Jakpar (Sumut); golongan dewasa putri juara I, II, dan III adalah Hj Noor Khalidah S.Sos.I (Kalsel), Hj Marhamah (DKI Jakarta), dan Hj Farida Sag (Jabar); qari golongan Anak-anak putra juara I, II, dan III adalah: Ahmad Fikri Haikal (DKI Jakarta), Mugammad Anies (Kalsel), dan Rizki Maulana (Jambi); qariah anak-anak juara I, II, dan III adalah: Dina Andriani (Kalsel), Jurika Putri (Jambi), dan Anisa Febrika (Kepulauan Riau).

Hafizh terbaik golongan 1 juz dan tilawah, juara I, II dan III adalah Bilal Fairuz Karami (Banten), Rian Fikri (DKI Jakarta), dan Nanang Fiki Kusuma (Jawa Timur). Golongan 1 juz dan tilawah (putri) juara I, II, dan III adalah: Mawarddah (Kalsel), Anggi Putri Suhadi (Sumut), dan Siti Humaerah Ade Rahmad (Bangka Belitung). Golongan 5 juz dan tilawah (putra) juara I, II, dan III adalah: Fadlan Ashari Rais (DKI Jakarta), Akhmad Fauzan, HM (Kalsel), dan Muhammad Mansur (Banten). Golongan 5 juz dan tilawah (putri) adalah: Mahmudah (DKI Jakarta), Siti Khadijah (Papua Barat), dan Hj Iiis Latifah (Jabar). Golongan 10 juz (putra) juara I, II, dan III adalah: Muhajir (DKI Jakarta), Fahrurrozi (Bengkulu), dan Arif Rahman Abidin (Jawa Timur). Golongan 10 Juz (putri) juara I, II, dan III adalah: Durrotul Muqoffa (Jateng), Nashriah M (Sulawesi Barat), dan Suhelmi Sumantika (Kalimantan Barat). Golongan 20 juz (putra) juara I, II dan III adalah: Ulul Amri (Maluku), Moh Salim Ghazali (Banten), A Rifki (Riau) dan Muh Syahrul Habib (Sulawesi Barat), dan Turhamun (Kupulauan Riau). Golongan 20 juz (putri) juara I, II dan III adalah: Ipah Apipah (Banten), Mansyuroh (Jabar), dan Siti Nur Amiroh (Bengkulu). Golongan 30 juz (putra) juara I, II, dan III adalah: H Ayatullah (Banten), Muhammad Al Fath Hibatul Wafi (DKI Jakarta), M Nazri (Sumatera Utara). Golongan 30 juz (putri) juara I, II, dan III adalah: Yuli Munawaroh (Jawa Tengah), Umi Khairiyah (Kepulauan Riau), Nurul Azizah (Jawa Barat).

Untuk cabang Tafsir Al Quran golongan bahasa Arab (putra) juara I, II, dan III adalah: Supyan Muttaqin (Kepulauan Riau), Asep Ismail Ahmad (DKI Jakarta), dan Khairul Anwar (Papua Barat). Mufasiroh juara I, II, dan III adalah: Faridah Fransiska (Kepulauan Riau), Neneng Juju (Papua Barat), dan Ummul Husna (Kalimantan Selatan).


Ketua Umum Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta H Marullah mengatakan, keberhasilan kafilah DKI Jakarta meraih juara umum ini merupakan karunia Allah SWT. "Kami memang sudah mempersiapkan qari-qariah terbaik yang ditampilkan pada STQ Nasional di Banjarmasin ini. Alhamdulillah para qori dan qariah kita menampilkan yang terbaik." (dik)SUMBER

PROGRAM 1000 BLOG GRATIS SUKSES"PROGRAM INTERNET SEHAT"

PENGEMBANGAN &PRO-.Memang program ini  di rilis oleh  PELITA KARAWANG dengan tidak diumumkan secara luas karena keterbatasan waktu tapi bersifat umum artinya program 1000 Blog gratisan diperuntukan khusus bagi para pelanggan  tetap pembaca Majalah Berita Bulan PELITA KARWANG ON LINE dan mereka yang bertelepon ke redaksi dari manapun dengan catatan pemohon yang akan mendapatkan blog gratis dari kami sudah memliiki modem sendiri atau alat yang dibutuhkan untuk pembuatan blog gratisan,demikian keterangan awal yang disampaikan Yohanes Lee,Ketua  pelaksana program Blog gratisan dari PELITA KARAWANG untuk pembaca.

DEWAN PEMBINA I PELITA KARAWANG
PEMBINA PELITAKARAWANG.COM
Lebih lanjut Yohanes jelaskan,program ini di adakan banyak jadi dasar pertimbangan dan harapan,tahun 2011 adalah tahun internetan yang mencerdaskan misalnya di birokrasi pendidikan,maka upaya PELITA KARAWANG guna menunjang hal tersebut kami membuat PROGRAM BLOG GRATISAN dengan membuatkan blog tanpa embel-embel(tidak ada unsur bisnis) alias gratisan.harapannya,dengan di bantunya para pelanggan membuat blog bisa memperat tali silahturahmi,lancarnya atau pesatnya internet di dunia pendidikan dan utama para pelanggan kami bisa gemar internet sehat.

Pogram ini,imbunya.Berkaitan dengan salah satu program jangka panjang PELITA KARAWANG yang direncanakan yaitu Masyarakat Karawang berteknologi dengan mengenal dunia internet dan menjadikannya internet sebagai sarana informasi dan komunikasi sehari-hari,pungkas dari Yohanes  yang juga Wapimred PELITA KARWANG.

Di tempat yang sama,J.Kusumah Eka Saputra Pimred PELITA KARWANG mengatakan,program blog sudah berjalan 3 bulan  berlalu dan Alhamdulilah,program target 1000 blog segera tercapai namun di sisi lain dari akibat tersosialisasinya program oleh pelanggan Majalah PELITA KARAWANG atau pembaca On Line sendiri yang sudah terbuatkan blognya,jadi saat ini banyak yang memohon bantuan pembuatan blog gratisan ke redaksi "baca :jadi lebih 1000 blog".

Lalu terang Kusumah,program ini belum berarti apa-apa bila di bandingan-bandingkankan misal dengan jasa-jasa para rekan guru ke anak bangsa selama ini,kita pun bisa berdiri dan berkarya serta mengkaryakan diri seperti sekarang adalah bagian dari jasa mereka,para guru kita yang dulu memberikan ilmunya kepada kita dengan tulus ikhlas lalu kita menerimanya saat bersekolah.program grtaisan ini tidak terbatas birokrasi tertentu di Karawang sejujurnya,banyak tersebar di luar Jawa Barat yaitu mereka penikmat internet sehat PELITA KARAWANG yang terbuka minta dibuatkan blog ke kami ,karena cukup mengirimkan apa mau nama blognya,alamat email atau alamat blog dari pemohon maka kami dengan serta-merta pula akan membuatkannya dengan cuma-cuma. 

Sambungnya,Dengan dijalankannya program ini dengan sendirinya pembaca khususnya untuk MEDIA ON LINE PELITA KARAWANG jadi membludak perwaktu dan di akses terus dari berbagai penjuru dunia.Sebenarnya terang dia lagi,ada dua instansi secara khusus di pemerintahan Karawang yang dibantu membuat blog untuk kantor-kantronya di daerah dan kami sepakat pula,tidak ada mengikat janji untuk membayar kami saat mengerjakannya.tahap pembuatan blog-blog dinas tersebut juga mengacu pada program internet sehat yang di gulirkan pemerintah,program 1000 blog hanya awal dari sekian banyak program PELITA KARAWANG demi kemajuan masyarakat Karawang secara khusus dan umumnya pembaca On Line PELITA KARAWANG dimanapun berada,tinggal tungggu saja nanti oleh para pelanggan atau pembaca On Line PELITA KARWANG,Insya Allah semua program yang ada di kami akan jalankan sesuai jadwal-jadwalnya,pungkas Kusumah./AM.SUMBER BERITA